Buku Dalam Hati



Well, ini hari kesekian karantina di rumah. Ada banyak hal yang tertunda seperti pertemuan, liburan ke luar kota, jalan-jalan santai menikmati udara dingin pegunungan, bercengkerama dengan kawan-kawan, dan hal mengasyikan lainnya. Menyebalkan bukan? ah, aku memang suka dengan kesendirian tapi bukan berarti aku akan senang di situasi seperti ini. Mau pergi keluar seperti yang lain, tapi takut terkena tegur petugas keamanan yang berpatroli. Mau bertemu teman, tapi lupa teman-temanku memiliki kesibukannya sendiri atau sebagian memang sudah berada di kampung halamannya masing-masing. Ya mau bagaimana lagi, salahku sendiri yang tidak memiliki teman dekat satu daerah dan cukup waras untuk menerima kegilaanku. Jangan berpikir orang sepertiku akan tetap biasa saja di situasi ini. Aku sudah cukup gila untuk berbicara pada dinding kamarku sendiri. Menyedihkan. 

Oh iya, aku lupa memberitahumu hari ini aku sedang liburan semester, Jadi kegiatan perkuliahan online yang memuakkan itu sedang berhenti, setidaknya untuk sebulanan lah hehehe. So, hari ini aku bisa bertukar pikiran denganmu dengan bebas. Tidak, aku hanya menuliskan apa yang aku pikirkan dan kamu hanya membaca. Ya, karena kamu pasti tak mau berinteraksi denganku setelah ini. Hmm, kita akan membahas apa hari ini? bagaimana kalau membahas buku saja? tenang, aku tak akan merekomendasikan apapun padamu. Aku tahu kamu tidak suka membaca. Apalagi kalau baca yang seperti ini, iya kan? kamu sudah baca sejauh ini saja aku sudah kagum. Kamu tahu kan akibat pandemi Corona ini jadi banyak toko offline yang beralih ke online. E-commerce juga jadi banyak diskon bertebaran. Lagi-lagi bukan kesehatan saja yang sekarat, kini dompet juga mulai di ambang batas hidup dan mati. Gila benar-benar gila, dalam satu bulan saja aku bisa belanja online tiga kali dengan alasan untuk persediaan dan mumpung diskon. Kamu bagaimana? sama juga? atau lebih parah? wahahahaha oke oke aku tak akan mengejekmu, mari kembali ke topik bahasan.

Karena liburan semester ini aku tak kemana-mana, jadi kemarin aku membeli beberapa buku. Kali ini aku membeli buku novel dan beberapa buku self-improvement. Tentu saja berkaitan dengan bagaimana berhadapan dengan orang, karakteristik manusia, dan hal lainnya yang menurutku menyenangkan untuk dibaca. Aku ingat sekali, ada seseorang yang pernah bertanya kepadaku perihal buku. Kira-kira begini:

"Kok belinya novel sih? kenapa ga baca buku-buku yang bersangkutan sama kuliahmu saja?"
"Kamu gak baca buku-buku politik kayak temanmu yang itu?"
"Kamu baca buku kayak gitu buat apa sih? kan jauh dari jurusan kuliahmu?"
"Mending baca buku sejarah atau politik atau buku pramoedya dan sejenisnya, kalau mau baca jurnal buat nambah wawasan"

atau kalimat-kalimat lain yang intinya hampir sama. Apakah aku marah? tidak, lagipula kenapa aku harus marah? malah aneh jika aku marah. Biasanya aku hanya akan tersenyum lalu menjawab "ya beli buat hiburan kalau lagi suntuk aja" lalu mereka diam atau pergi berlalu begitu saja. Bagiku membaca buku di luar konteks perkuliahan akan lebih bervariasi. Apalagi di saat pandemi ini, bagi orang sepertiku akan susah untuk memahami orang lain. Bahkan seringkali terjadi pertengkaran karena kesalahpahaman, salah tafsir, atau hal-hal buruk yang biasa terjadi di dunia maya. Kadang menulis A, orang lain merasa tersindir kemudian menjadi marah. Alih-alih tulisan A tadi untuk menyindir, bisa jadi tulisan tadi memang sengaja ditulis untuk pengingat diri sendiri, atau mungkin bisa jadi hanya fiksi. Ya kalau di televisi mungkin bisa jadi sinetron atau ftv. Dan for your information, aku sudah mengalaminya entah yang ke berapa, aku lupa. Sangat  membuatku kesal, bukan pada si pembaca, tapi pada diriku sendiri yang gagal memahami situasi. Akan sangat sulit bagiku untuk menata dan memahami orang lain. Kau tahu aku bukanlah orang yang super peka dengan segala keadaan. Bukan pula seseorang yang pandai berbicara. Lewat pertemuan aku sangat terbantu dengan membca gerak gerik tubuh mereka dan ekspresi mereka, tapi kali ini kan sedang corona woy! ah jadi kesal.

Ya, sekarang kau jadi tahu kan alasanku malas berbincang lewat telepon atau media sosial lainnya. Aku lebih suka bertemu secara langsung dan berbicara denganmu. Bukan karena tidak tahan kalau harus LDR atau rindu yang butuh temu. Hilangkan dulu sifat romantisme dirimu itu. Aku cuma ingin memastikan apa yang kau katakan saat berbincang denganku itu benar dan maksudnya jadi jelas. Bukan yang berkata "aku tidak apa" tapi aslinya kenapa-kenapa. Aku bukan manusia pandai bermain kode. Ingat! Waktu pramuka saja aku menghilang kabur wahahahaha. Malas sekali. Jadi, dengan bertemu bertatap muka denganmu, aku bisa memahamimu sesuai dengan yang kamu mau.

Lagipula, aku tak pernah mau membeli buku yang menurutku tidak menarik. Aku sudah pernah melakukannya, membeli buku yang kurasa cocok dengan akademikku. Tapi kau tahu akhirnya buku itu cuma berdiri di rak tanpa pernah kusentuh. Oh, mungkin pernah, sekali dua kali hanya untuk membaca bagian daftar isi. Aku tahu teman-temanku membeli buku dan membaca buku yang sesuai dengan jurusan mereka, ya dunia politik. Sedangkan aku sendiri membaca hal-hal yang seperti itu baru sampai halaman dua sudah menguap puluhan kali. Hahahaha. Apakah aku tidak senang ketika melihat temanku membaca buku seperti itu? Tidak, aku sangat senang! Dengan begitu, aku tidak lagi perlu membaca buku membosankan itu. Cukup mengajak mereka berbincang haha hihi seputar bahasan politik, sedikit pujian tentang betapa rajinnya mereka, lalu percayalah pasti mereka dengan senang hati menjelaskan apa inti buku itu padamu. Tanpa pernah membaca ratusan lembar yang memakan banyak waktu, hanya perlu haha hihi sembari nongkrong ngopi atau makan, kamu sudah sekali dayung, dua pulau terlampau kan? Wahahaha. Terlihat licik tapi percayalah mendengarkan mereka bercerita juga cukup mengasyikan. Eitssss, tapi bukan berarti aku menyarankanmu untuk tidak membaca buku seperti itu. Bacalah buku seperti itu sesekali. Itu juga bisa berguna untuk mengerjakan tugas kuliahmu atau mungkin ketika sedang ingin berdebat perihal negara. 

Alasan lain mengapa aku selalu membeli buku di luar dunia akademikku, ya karena kalau mau membaca buku buku seperti politik, hukum, atau buku teori lainnya sudah tersedia di perpustakaan. Jadi, apa guna perpustakaan kalau bukan untuk menyediakan buku-buku seperti itu?. Kasihan juga kan kalau tidak ada yang duduk membaca di perpustakaan, nanti yang jaga perpustakaan bisa dipecat karena sepi pengunjung. Wakakaka kau pasti sedang menggerutu dalam hatimu "halah alasan saja kau ini", iya kan?

Iya iya, aku memang membeli buku yang menurutku sangat cocok untuk pengembangan sikapku dan tentu saja agar aku tahu bagaimana cara memahamimu. Hehehe, kau juga tahu bahwa buku dalam hatiku selalu tentangmu. 






Fleur.

Komentar

Postingan Populer