Puasa


Hari ini aku menulis lagi. Ini hari kedua puasa di bulan ramadhan tahun 2020. Suasana puasa di kala pandemi covid-19 ternyata terasa agak berbeda. Tak ada rombongan tarawih yang lewat di depan rumah, tak ada riuh anak kecil yang heboh menyambut puasa, tak ada orang yang repot-repot membangunkanmu sahur, dan tak ada kamu. Hehehe iya aku bercanda. Aku hanya baru ingat kalau tahun lalu kita masih bisa melihat pasar kuliner yang ada di halaman kampus menjelang buka puasa. Bisa juga ngabuburit di danau kampus sambil mendengar live musik dari beberapa organisasi kampus. Bisa juga sekadar ngobrol bersenda gurau dan jalan-jalan. Berbeda bukan? Kali ini kita hanya bisa memandang gawai di tangan. Tak berani mengirim pesan. Bahkan untuk sekadar mengucap salam saja kita enggan.

Ah, aku jadi ingat salah satu film milik Sapardi Djoko Damono. Judulnya Hujan Bulan Juni. Tokohnya mirip kita ya? Terpisah pada jurang yang sama. Tersekat pada kata shalom dibalas walaikumsalam. Walau begitu, keduanya juga tak meributkan arah kiblat mana yang akan dituju. Kita juga begitu bukan? Sampai hingga kini kita masih berada di tempat yang sama. Tak maju tak mundur. Sebatas teman yang ingin mendekat namun ingat kita tersekat. Mungkin kalau Pinkan bersama Sarwono di bulan ramadhan, Pinkan pasti berkata "selamat berpuasa Sar". Sedangkan aku, untuk mengucap kata selamat berpuasa padamu saja dihantui rasa takut. Takut mengganggumu. Takut pesanku hanya kau anggap pesan sampah. Takut kalau ternyata kau sudah punya wanita lain. Takut jika hanya rasaku yang utuh, sedang rasamu separuh. Aku takut bahwa hanya aku yang menganggap kedekatan ini nyata. Aku takut kalau semua ini hanya bayangan. Aku takut pada siapa saja yang mengetahui rasaku padamu akan membuatmu jauh dariku. Aku masih tak mampu. Aku...

Ah, aku ini bicara apa. Lupakan saja. Ini pasti karena terlalu lama di rumah. Aku mulai melantur dan nyaman berbicara pada dinding kamarku. Kau tahu apa yang kubicarakan pada dinding itu? Aku berbicara tentangmu. Hahahaha lagipula apalagi yang bisa kuceritakan? Bercerita tentang kehidupanku? Ah, tak ada menarik. Bagiku yang menarik untuk diceritakan itu ya kamu, Tuan. Hei, berapa lama lagi kau akan terus menumpang di hatiku? Apa kau ini termasuk para napi yang dilepaskan dari lapas ya? Iya, kau ini napi yang mencuri kenangan manisku berulang kali kan? Kau tak ingat seusai kepergianmu dalam diam waktu itu masih menyisakan luka? Hmm, sepertinya kau memang tak pernah ingat kau sering datang seenak hati lalu pergi menghilang lagi. Alih-alih meninggalkan jawaban, kau malah pergi dengan meninggalkan selaksa tanya. 

Terlepas dari itu, aku tetap berterimakasih padamu. 
Aku jadi tahu ternyata kepergian itu sepaket dengan kesepian. Aku melihatnya acap kali kau bercerita perihal kematian, aku tahu sirat mata itu terdapat luka mendalam apalagi di bulan puasa seperti ini. Aku jadi tahu, kesendirian itu baik untuk menciptakan rindu. Rindu yang mendalam pada seseorang dan malam ini pun begitu. Semoga angin malam ini menyampaikan pesan singkatku yang masih menjadi draft dalam gawai kesayanganku. Draft itu hanya berisi pesan sederhana tentang aku yang sedang mencintaimu dan tentang kamu yang takkan pernah tahu.

Sudahlah selamat berpuasa, aku hanya kebetulan merasa kesepian lalu berbuka dengan kenangan.



Fleur.

Komentar

Postingan Populer