Si Penerka


Hai, 
Sudah berapa lama kita tak bertemu dalam goresan pena, kekasih? 


Apa kau tak merindukanku? merindukan seorang penerka yang selalu sibuk menerka setiap firasat yang ia punya? kau merindukan seorang penerka yang selalu tertawa pada kesimpulan terakhir yang ia buat sendiri? Ah, bodohnya aku. Tak mungkin kau pernah sedetik pun merindukanku. Apa kau tahu apa saja yang terjadi padaku akhir-akhir ini? Apa kau pernah berpikir kemana aku pergi?


Apa setelah membaca ini, kau sedang sibuk menerka-nerka sekarang? Butuh berapa lama lagi?


Tenanglah, akan kuberi tahu kemana aku pergi. Aku harap setelah ini takkan lagi ada gelisah dalam batinmu. Aku harap gelap takkan lagi hadir di matamu. Biarkan terang itu masuk dalam hatimu. Biarkan kebenaran dari segala rasamu itu mengakar hingga takkan ada lagi rasa lain yang terlihat hambar.  Biarkan saja semuanya terungkap tiap kali kita bertatap. Tetapi sebelumnya, aku hanya ingin menanyakan beberapa hal padamu. Tentang aku, seseorang yang kau anggap penerka hebat yang selalu tepat.


Jika katamu kita sudah cukup dekat, apa kau juga merasakan hal yang sama perihal firasat? 


Apa kau pernah tahu rasanya menjadi aku?


Ah, jika saja kita bisa bertukar jiwa walau cuma sebentar.
Apa kau tahu rasanya ketika kau mempunyai suatu firasat sejak lama tentang suatu kejadian di masa depan, namun kau tak bisa mengutarakannya pada seseorang karena kau sendiri tidak tahu firasat itu dilahirkan untuk siapa? Apa kamu tahu rasanya ketika tak tahu sebenarnya firasat itu tertuju pada siapa? Apa kamu tahu rasanya ketika suatu waktu yang ada dalam jiwamu hanyalah pikiran tentang kematian seseorang, namun ragamu tak tahu kematian siapa yang dimaksud? Apa kamu tahu rasanya ketika kamu baru menyadari bahwa firasat itu tertuju pada satu orang terdekatmu setelah firasat itu menjadi nyata? Apa kau tahu rasanya begitu perih di ulu hati melihat siang yang riang berganti malam kelam begitu mudahnya? Apa kau tahu rasanya begitu perih mendengar isak tangis itu mengalun pelan tanpa berisik namun lukanya cukup mengusik? Apa kau pernah tahu rasanya ketika firasat itu telah menjadi nyata dan kau sendiri tak bisa mencegahnya? kau tak bisa melakukan apapun! Apa kamu pernah tahu rasanya terlambat menyadari? 


Memento mori

Apa kau tahu rasanya?


HAHAHAHA
Tentu saja kau tidak pernah tahu. Jadi, akan kuberi tahu, rasanya hampir gila. Ketika yang lainnya gila karena harta, ketika yang lainnya gila karena cinta, kau juga sama gilanya. Gila karena sibuk menerka-nerka pikiranmu sendiri!


Kekasih, kebenarannya adalah kalau aku boleh meminta dan permintaanku dikabulkan Tuhan, aku tidak akan pernah meminta kamu menjadi seseorang yang paling dekat denganku. Karena aku tahu bahwa itu mustahil. Kita berada pada kutub yang berbeda. Tetapi aku hanya akan meminta kepada Tuhan, ketika suatu saat kamu mengenal dekat denganku, aku tak mau jadi si penerka. Aku tak mau mempunyai firasat yang aku sendiri saja masih ragu untuk membedakan, apakah ini hanya rindu atau pertanda bahaya. Aku tidak mau melihat masa depanmu yang aku sendiri bahkan tidak mau melihatnya. Sudah cukup. Aku muak dihantui rasa bersalah padahal tidak melakukan apa-apa. Seperti bersalah atas apa yang terjadi, padahal kenal saja tidak. Sejujurnya, hanya itu yang aku minta.


Sayangnya, Tuhan tidak pernah mengabulkannya.



Fleur.

Komentar

Postingan Populer