A letter from Neverland


Dariku : Seseorang yang tak pernah mampu mengirimkan pesan ini padamu
Teruntuk : kamu yang mungkin tak sempat membaca pesan ini


Hai, seseorang yang pernah menjadi sosok yang tersayang.
Apa kabar? sudah begitu lama kita tidak bertemu ya. Jika aku mengatakan aku sangat merindukanmu, apakah itu terasa sangat cheesy? hahaha, aku rasa iya. Maafkan aku. Walau cheesy, percayalah aku tulus menyampaikan rindu itu padamu. Tetapi entah kenapa. Beberapa hari ini rasa rindu itu menghilang. Aku tak tahu kemana perginya rasa rindu itu. Sudah kubilang aku tidak tahu. Jangan paksa aku memikirkan kenapa bisa seperti itu. Dalam otakku hanya ingin merelakanmu, saat hatiku dengan tegas berkata untuk percaya pada sebuah kalimat klasik bahwa cinta tak harus memiliki. Sekarang aku kembali bertemu denganmu. Hari ini di kota yang sama. Di kota yang katanya dibuat saat Tuhan sedang merasakan jatuh cinta. Di kota yang pernah membuatku jatuh hati pada orang yang tak seharusnya. Di kota istimewa yang pernah membuatku jatuh mencinta dan patah dalam waktu yang sama. Di sebuah kota yang kembali mengajarkanku arti merelakan yang seutuhnya. Katanya itu sudah jadi takdir semesta untuk menghantamku dengan tempat dan cerita yang terulang, karena aku begitu keras kepala tak  selalu cepat peka.

Jujur saja, rasa khawatir itu sudah menggebu sebelum kita kembali bertemu. Rasa itu mengumpatiku dengan kalimat sumpah serapahnya perihal kau yang begitu abu dalam mimpiku. Pikiranku kalut memikirkan perihal bagaimana nanti kita akan bertemu. Apakah aku bisa bersikap biasa-biasa saja? Apakah aku akan tetap diam-diam mencari perhatianmu? Apakah aku bersikap seolah kita tak pernah dekat? Apakah aku sanggup untuk bertemu denganmu lagi? Walau hanya sebentar saja, apakah aku sanggup?

Ternyata bertemu denganmu tak seburuk yang aku kira. Ternyata bersitatap kembali denganmu setelah sekian lama tak semengerikan itu. Ah mungkin memang benar, selama ini hanya aku yang terlampau perasa. Mungkin benar, yang selama ini kita lakukan hanyalah hal biasa. Seperti hal yang dilakukan seorang teman kepada temannya yang lain. Hanya aku yang terlalu terbawa perasaan saat kita berdua bertemu dan berbicara. Hanya aku, kamu tidak. Ya begitulah, mungkin benar jika aku terlalu kaku selama ini. Kedatanganmu hanya untuk menyadarkanku bahwa dunia begitu luas untuk dijelajahi. Bahwa segalanya tak melulu soal rencana yang tersusun rapi. Bahwa segalanya juga butuh untuk dinikmati. Kini aku mengerti tentang satu hal yang sedari dulu aku sangkal.

Aku sudah merelakanmu seutuhnya. Merelakanmu seutuhnya sama seperti aku adalah manusia yang seutuhnya. Selama ini yang kamu butuhkan adalah sesosok perempuan cantik namun rapuh dan selalu membutuhkanmu untuk menjaganya sekuat yang kamu bisa. Tak seperti aku, yang begitu sadar kalau aku adalah manusia utuh. Manusia yang sebisa mungkin terlihat kuat dan mandiri tanpa butuh bantuan di hadapanmu dan semua orang. Aku adalah manusia utuh yang tak perlu kau beri penyeimbang. Denganmu atau tanpamu adalah sama saja. Tak ada bedanya. Kata orang, aku adalah manusia yang tak romantis. Kehadiranku seakan menolak setiap standar wanita yang selalu berada di dekatmu bahkan memujamu dengan begitu hebatnya dan itulah sebabnya kau ada sekarang. Itulah sebabnya kau tiba-tiba hadir dalam hidupku untuk melihat sampai mana reaksiku ketika kau dekati dengan pesona membiusmu itu. Rasamu hanya sebatas rasa penasaran, sedangkan rasaku masih terlalu polos mengartikan semua tingkah lakumu.

Di kala sang surya kembali ke peraduannya, kita sempat duduk bersama tapi tak saling menyapa. Kau yang sibuk dengan layar ponselmu dan aku yang sama sekali tak menggenggam ponsel di tanganku. Aku yang lebih banyak bersenda gurau dengan kawanmu dan kau yang hanya tersenyum tanpa menimpali satu kata pun untukku. Aku kembali paham bahwa aku sudah benar-benar merelakanmu. Kukira aku akan cemburu saat salah satu temanmu berkata bahwa ia iri padamu karena kau bisa dengan mudah dekat dengan perempuan yang diidam-idamkan banyak lelaki. Kukira aku akan kembali merasakan nyeri di dadaku saat melihatmu dengan mudahnya berbicara dengan perempuan lain, sedangkan saat bersamaku, berbicara adalah hal langka yang patut diabadikan sebelum benar-benar punah. Kukira aku akan kembali bertanya-tanya apa sebab dari tingkahmu yang janggal itu, tak berbicara sepatah kata pun saat kita berada di tempat yang ramai penuh kawan-kawanmu. Namun di sisi sebaliknya terasa berbeda, saat tak ada satu orang pun yang ada di sekitar kita, kamu dengan suara tenang berbicara padaku, menunjukkan sisi lain dari dirimu yang mungkin orang lain jarang mengetahuinya. Aku kira aku akan merasa nyeri di dadaku saat seseorang kawan dekatku mengatakan bahwa ia menyukai dirimu. Ya, kukira akan begitu.

Namun lagi-lagi aku sudah merelakanmu seutuhnya. Rasa sakitku sudah tak seperti dulu. Aku tahu kamu adalah manusia dengan ketampanan yang universal. Di mana pun kamu berada maka semua orang pasti akan setuju kamu itu tampan. Sudah kubilang dari seratus lelaki, tujuh puluh persen di antaranya pasti setuju kalau kamu itu tampan, sedangkan tiga puluh persen di antaranya terlalu iri untuk mengatakan kamu itu tampan. Dari seratus perempuan, sembilan puluh sembilan akan setuju mengatakan kamu itu tampan dan satu perempuan akan mengatakan kamu lebih dari sekadar tampan. Jika kamu bertanya siapakah satu orang itu, jawabnya adalah aku. Tenang saja, aku sudah tahu diri. Kau lebih pantas mendapatkan seseorang yang setara dan sesuai dengan kriteria pasangan idealmu. Kau pantas mendapatkan seseorang yang kau cari itu dan orang itu pasti punya kualitas yang sepadan denganmu.

Komentar

Postingan Populer